Jakarta
--- Meningkatkan kualitas pembelajaran memerlukan perubahan, dan
perubahan memerlukan pembiasaan. Pembiasaan tersebut bisa dimulai dari
proses pendidikan atau pelatihan guru. Karena itu diperlukan proses
pelatihan yang dapat “memaksa” guru secara bawah sadar untuk melakukan
kegiatan-kegiatan pembelajaran yang inovatif menuju ke pembelajaran yang
bermakna. Prinsip pelatihan guru yang baik di antaranya adalah fokus
pada praktik, dan tujuan pelatihan yang jelas (apa yang ingin dicapai
berdasarkan kebutuhan yang teridentifikasi).
Demikian yang terungkap di hari ke-3 Seminar
Nasional bertema “Cakrawala Pembelajaran Berkualitas di Indonesia”, yang
berlangsung di Hotel Menara Peninsula, Jakarta. Seminar yang diikuti
peserta dari berbagai institusi pendidikan dan berbagai wilayah di tanah
air ini mengupas berbagai subtema untuk melakukan inovasi did alma
proses pembelajaran.
Abdur Rahman As’ari, salah satu pembicara utama
dalam seminar tersebut mengatakan, selain fokus pada praktik dan
memiliki tujuan yang jelas, pelatihan guru juga harus bisa mendorong
analisis krisis (dengan berkaca dan praktik), serta memiliki dukungan
dan pemahaman para manajer (kepala sekolah, pengawas, komite sekolah).
Salah satunya hal yang diharapkan bisa tercapai dalam pelatihan adalah
meningkatnya kemampuan guru untuk merancang tugas yang variatif dan
menantang untuk peserta didik.
“Seorang guru harus bisa memberi tugas yang menantang dan usefull bagi siswanya. Kalau hanya berupa tugas rutin, siswa bisa boring.
Jika tugas bisa disesuaikan dengan minat anak, ketertarikannya, apa
yang dicita-citakannya, anak akan tekun. Kemampuan guru untuk memberikan
assignment yang bervariasi itu lah yang diperlukan,” ujar
dosen yang juga menjadi konsultan USAID itu, saat diwawancarai usai
presentasi makalahnya, (27/9).
As’ari juga mengatakan, jika tugas yang diberikan
guru terlalu mudah, dan anak-anak tidak perlu mengerahkan tenaga dan
pikiran untuk mengerjakannya, mereka akan memiliki waktu yang lebih
longgar. “Sehingga dengan sendirinya, sekali kena gesekan dari luar,
bisa menimbulkan rasa lebih bangga, muncul keinginan eksistensi diri dan
aktualisasi,” katanya mengomentari kasus tawuran pelajar yang terjadi
pada minggu ini.
Ia mengakui, masalah tawuran sebagai bagian dari
masalah pendidikan karakter bukan hal yang sederhana. “Di dalam proses
pembelajaran sebenarnya bisa sekalian membangun karakter,” jelasnya.
Karena itu, As’ari mengatakan, pelatihan-pelatihan untuk guru diharapkan
tidak hanya sebatas membuat kurikulum atau RPP (Rancangan Peraturan
Pemerintah), tetapi juga bisa melatih kepekaan seorang guru dalam proses
pembelajaran untuk melihat karakter apa yang bisa dikembangkan dari
siswanya secara positif. Menurutnya, pelatihan tersebut bisa
diselenggarakan oleh pemerintah (Kemdikbud), maupun pihak swasta melalui
kegiatan CSR (Corporate Social Responsibility). (DM)
Sumber: http://www.kemdiknas.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar