Sistem pendidikan nasional Indonesia dengan adanya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, mulai diakui dan dijadikan benchmark oleh negara-negara lain. Diantaranya adalah negara Bangladesh yang melalui Kementerian Pendidikan Nasional Bangladesh melakukan kunjungan kerja dan studi banding ke Indonesia pada pertengahan Februari 2012.
Salah satu lembaga yang dikunjungi adalah Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Sebanyak tiga belas orang dari KementerianPendidikanNasional Bangladesh mengunjungi BSNP pada hari Selasa (14/2/2012). Mereka dipandu oleh Dr. Cecep Rustana, dosen Universitas Negeri Jakarta yang notabene juga sebagai konsultan pendidikan di Kementerian Pendidikan Bangladesh.
Menurut Cecep tujuan kunjungan ini adalah untuk mencari model pengembangan pendidikan madrasah di Bangladesh. “Di Bangladesh belum ada undang-undang tentang sistem pendidikan nasional sebagaimana di Indonesia. Oleh sebab itu, para delegasi ini ingin mengetahui lebih mendalam bagaimana pengembangan pendidikan madrasah di bawah sistem pendidikan nasional”, ungkap Cecep yang mendampingi rombongan selama berada di Indonesia. Selain ke BSNP, rombongan juga mengunjungi Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaa, dan madrasah-madrasah. Salah satu madrasah yang dikunjungi adalah Madrasah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Di Bangladesh, tambah Cecep, juga belum ada Badan Akreditasi Nasional (BAN) sebagaimana di Indonesia. Oleh karena itu, produk-produk BSNP tentang standar nasional pendidikan, bisa dijadikan benchmark dalam pengembangan standar nasional pendidikan di Bangladesh. Namun, sayangnya standar yang dikembangkan BSNP belum ada yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, sehingga para anggota rombongan merasa kesulitan untuk memahaminya karena mereka tidak bisa berbahasa Indonesia.
M. Aman Wirakartakusumah Ketua BSNP dalam sambutannya menjelaskan sejak dibentuk pada tahu 2005, BSNP telah menyelesaikan seluruh standar nasional pendidikan untuk pendidikan dasar dan menengah. Mulai tahun 2009, BSNP mengembangkan standar pendidikan tinggi. “Seluruh delapan standar untuk pendidikan dasar adan menengah telah selesai dikembangkan dan ditetapkan menjadi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan”, ungkap M. Aman sambil menambahkan sifat standar ini mengikat masing-masing satuan pendidikan di Indonesia.
Selain mengembangkan standar, tambah M. Aman, BSNP juga menyelenggarakan Ujian Nasional (UN) dan mengembangkan serta memantau dan mengevaluasi buku teks pelajaran. “Dengan tugas dan wewenang yang begitu banyak, sementara anggota BSNP hanya 15 orang, maka BSNP memiliki wewenang untuk membentuk tim ahli yang bersifat adhoc dalam pengembangan standar-standar tersebut”, jelas M. Aman yang memimpin BSNP sejak tahun 2011.
Salah satu kelebihan Undang-Undang Sisdiknas di Indonesia menurut M. Aman adalah bahwa undang-udang tersebut mensinergiskan pendidikan sekolah dan pendidikan madrasah. “Sekolah dan madrasah memiliki payung hukum yang sama sehingga tidak ada lagi dikotomi antara keduanya”, ungkap M. Aman.
Djemari Mardapi dalam penjelasannya mengatakan bahwa dalam pengembangan standar tersebut, BSNP melakukan benchmark ke luar negeri. “Benchmarking ini dilakukan di negara-negara maju seperti Amerika, Eropa, Jepang, dan Korea”, ungkap Djemari sambil menjelaskan BSNP juga mengundang para ahli yang memiliki pengalaman di masing-masing negara untuk berbagai pengalaman mereka dalam mengembangkan standar pendidikan.
Menurut R. Eko Indrajit, jika sebelum tahun 2005 sistem pendidikan di Indonesia masih focus kepada pemberian akses pendidikan kepada masyarakat, maka sejak era reformasi, perhatian negara adalah bagaimana memberikan mutu pendidikan yang bermutu. “Pemberian akses kepadapendidikan yang bermutu ini salah satu caranya adalah dengan mengembangkan standar nasional pendidikan”, ungkap Sekretaris BSNP tersebut seraya menegaskan standar yang dikembangkan BSNP bersifat minimal (minimum requirement) yang dijadikan sebagai alat atau tool untuk mencapai pendidikan bermutu.
Menurut salah satu anggota rombongan, di Bangladesh yang ada hanya kebijakan tentang pendidikan nasional. “Kami belum memiliki Undang-Undang pendidikan nasional. Yang ada hanya kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dan disahkan oleh parlemen”, ungkapnya. Olah karena itu, sekembalinya ke Bangladesh, salah satu rekomendasi yang akan diberikan kepada pemerintah adalah untuk membentuk badan yang mengembangkan dan mengevaluasi standar nasional pendidikan. “Inilah cara yang strategis dan efektif untuk meningkatkan mutu pendidikan di Bangladesh”, ungkap delegasi tersebut dengan penuh semangat.
Populasi Bangladesh saat ini sekitar 160 juta penduduk dengan jumlah sekolah sebanyak 26.000 dan jumlah madrasah sebanyak 70.000. Di Bangladesh ada menteri pendidikan dasar dan menteri pendidikan tinggi.
Sumber: bsnp-indonesia.org
Salah satu lembaga yang dikunjungi adalah Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Sebanyak tiga belas orang dari KementerianPendidikanNasional Bangladesh mengunjungi BSNP pada hari Selasa (14/2/2012). Mereka dipandu oleh Dr. Cecep Rustana, dosen Universitas Negeri Jakarta yang notabene juga sebagai konsultan pendidikan di Kementerian Pendidikan Bangladesh.
Menurut Cecep tujuan kunjungan ini adalah untuk mencari model pengembangan pendidikan madrasah di Bangladesh. “Di Bangladesh belum ada undang-undang tentang sistem pendidikan nasional sebagaimana di Indonesia. Oleh sebab itu, para delegasi ini ingin mengetahui lebih mendalam bagaimana pengembangan pendidikan madrasah di bawah sistem pendidikan nasional”, ungkap Cecep yang mendampingi rombongan selama berada di Indonesia. Selain ke BSNP, rombongan juga mengunjungi Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaa, dan madrasah-madrasah. Salah satu madrasah yang dikunjungi adalah Madrasah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Di Bangladesh, tambah Cecep, juga belum ada Badan Akreditasi Nasional (BAN) sebagaimana di Indonesia. Oleh karena itu, produk-produk BSNP tentang standar nasional pendidikan, bisa dijadikan benchmark dalam pengembangan standar nasional pendidikan di Bangladesh. Namun, sayangnya standar yang dikembangkan BSNP belum ada yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, sehingga para anggota rombongan merasa kesulitan untuk memahaminya karena mereka tidak bisa berbahasa Indonesia.
M. Aman Wirakartakusumah Ketua BSNP dalam sambutannya menjelaskan sejak dibentuk pada tahu 2005, BSNP telah menyelesaikan seluruh standar nasional pendidikan untuk pendidikan dasar dan menengah. Mulai tahun 2009, BSNP mengembangkan standar pendidikan tinggi. “Seluruh delapan standar untuk pendidikan dasar adan menengah telah selesai dikembangkan dan ditetapkan menjadi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan”, ungkap M. Aman sambil menambahkan sifat standar ini mengikat masing-masing satuan pendidikan di Indonesia.
Selain mengembangkan standar, tambah M. Aman, BSNP juga menyelenggarakan Ujian Nasional (UN) dan mengembangkan serta memantau dan mengevaluasi buku teks pelajaran. “Dengan tugas dan wewenang yang begitu banyak, sementara anggota BSNP hanya 15 orang, maka BSNP memiliki wewenang untuk membentuk tim ahli yang bersifat adhoc dalam pengembangan standar-standar tersebut”, jelas M. Aman yang memimpin BSNP sejak tahun 2011.
Salah satu kelebihan Undang-Undang Sisdiknas di Indonesia menurut M. Aman adalah bahwa undang-udang tersebut mensinergiskan pendidikan sekolah dan pendidikan madrasah. “Sekolah dan madrasah memiliki payung hukum yang sama sehingga tidak ada lagi dikotomi antara keduanya”, ungkap M. Aman.
Djemari Mardapi dalam penjelasannya mengatakan bahwa dalam pengembangan standar tersebut, BSNP melakukan benchmark ke luar negeri. “Benchmarking ini dilakukan di negara-negara maju seperti Amerika, Eropa, Jepang, dan Korea”, ungkap Djemari sambil menjelaskan BSNP juga mengundang para ahli yang memiliki pengalaman di masing-masing negara untuk berbagai pengalaman mereka dalam mengembangkan standar pendidikan.
Menurut R. Eko Indrajit, jika sebelum tahun 2005 sistem pendidikan di Indonesia masih focus kepada pemberian akses pendidikan kepada masyarakat, maka sejak era reformasi, perhatian negara adalah bagaimana memberikan mutu pendidikan yang bermutu. “Pemberian akses kepadapendidikan yang bermutu ini salah satu caranya adalah dengan mengembangkan standar nasional pendidikan”, ungkap Sekretaris BSNP tersebut seraya menegaskan standar yang dikembangkan BSNP bersifat minimal (minimum requirement) yang dijadikan sebagai alat atau tool untuk mencapai pendidikan bermutu.
Menurut salah satu anggota rombongan, di Bangladesh yang ada hanya kebijakan tentang pendidikan nasional. “Kami belum memiliki Undang-Undang pendidikan nasional. Yang ada hanya kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dan disahkan oleh parlemen”, ungkapnya. Olah karena itu, sekembalinya ke Bangladesh, salah satu rekomendasi yang akan diberikan kepada pemerintah adalah untuk membentuk badan yang mengembangkan dan mengevaluasi standar nasional pendidikan. “Inilah cara yang strategis dan efektif untuk meningkatkan mutu pendidikan di Bangladesh”, ungkap delegasi tersebut dengan penuh semangat.
Populasi Bangladesh saat ini sekitar 160 juta penduduk dengan jumlah sekolah sebanyak 26.000 dan jumlah madrasah sebanyak 70.000. Di Bangladesh ada menteri pendidikan dasar dan menteri pendidikan tinggi.
Sumber: bsnp-indonesia.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar